Cerita Pengalaman Beradaptasi Dengan Keluarga Ningrat

by - Jumat, Juli 29, 2016

Jauh sebelum saya memutuskan untuk menulis kisah pengalaman ini, saya sudah mempertimbangkan banyak hal yang akan saya dapatkan setelah ini hingga saya juga siap dengan resiko terburuk. Karena saya yakin kalau kehidupan di dunia ini terbatas dan akan segera usai, tidak ada yang perlu dianggap terlalu serius selain keimanan kita kepada Tuhan yang Maha Esa.

Begitu juga dengan hubungan saya bersama Mas Raden yang sudah berjalan sekitar satu tahun lebih. Mas Raden bukanlah nama aslinya, cuma sebagian besar teman-teman kami memanggil dia dengan sebutan tersebut. Nama aslinya adalah R. Triyanto Saputra. Saya terbiasa menulis namanya dan memanggilnya juga dengan sebutan Mas Raden.

Sekitar lima tahun yang lalu saya mengenalnya melalui akun Facebook miliknya dengan nama yang menurut saya sangat alay. Setiap kali melihat namanya di beranda Facebook saya sudah malas sekali, entah kenapa padahal dengan orang lain tidak pernah begini. Sampai akhirnya suatu waktu kami bertemu secara langsung dengan tidak direncakan sama sekali sebelumnya.


Pertemuan Pertama Kami Berdua


Waktu itu saya dan Mas Raden bertemu di salah satu kafe yang ada di Kota Bangkalan, kota kelahiran kami berdua. Saya masih ingat saat itu hari minggu malam yang cerah, setelah sama-sama di kafe seperti pada umumnya orang yang bertemu, kami berusaha membangun komunikasi untuk pertama kalinya. Singkat cerita setelah dua hari bertemu saya memutuskan untuk menjalin hubungan dengan orang yang pernah saya benci sebelumnya.

Entah apa yang terjadi pada diri saya waktu itu, tanpa pikir panjang saya mau saja menjalin hubungan dengan orang asing yang baru dikenal. Namun, keyakinan saya tiba-tiba meningkat ketika Mas Raden meminta untuk diajak main ke rumah saya tepat dihari kami memutuskan untuk bersama. Dengan perdebatan yang cukup alot saya berusaha menjelaskan kepada dia agar menunda kedatangannya untuk bermain ke rumah.

Bisa teman-teman bayangkan, orang asing yang baru saya kenal ingin berkunjung ke rumah dan bertemu dengan kedua orang tua saya?. Berat rasanya untuk memberikan izin kepada Mas Raden untuk datang ke rumah, karena dia terus memaksa akhirnya saya beranikan diri untuk mengajak dia ke rumah. Walaupun waktu itu saya bingung, apa yang akan saya jelaskan kepada keluarga di rumah terlebih lagi sebelumnya saya tidak pernah mengajak teman laki-laki bermain di rumah.

Beruntunglah saat dia main ke rumah kedua orang tua saya mencoba untuk “welcome” dengan kehadirannya. Sehari setelah bermain ke rumah, Mas Raden mengajak saya untuk gantian datang ke rumahnya dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Ah, rasanya saya tidak bisa berkata-kata apa-apa dengan waktu secepat ini dia berani mengenalkan saya kepada keluarganya.

Jujur, sebagai seorang perempuan saya bahagia sekali itu artinya Mas Raden menghargai saya dan Insya Allah tidak main-main dengan hubungan kami berdua. Tahukah teman-teman kalau kami berdua ini sama-sama belum pernah punya pacar sebelumnya. Iya, saya adalah pacar pertamanya dan dan Mas Raden adalah pacar pertama saya.

Jadi, wajar kalau saya kebingungan saat pertama kali dia ingin datang silaturahmi ke rumah saya dan kembali gantian mengajak saya berkenalan dengan keluarganya. Namun cerita kami berdua tidak sampai itu saja, ada bahagia, ada tangis dan ada pertengkaran. Apalagi saat saya berusaha untuk beradaptasi dengan keluarga besarnya yang masih keturunan Kraton Bangkalan.

Oh, Ternyata Keluarga Raden Seperti Ini Ya


Bagi saya yang berasal dari keluarga biasa tidak pernah membayangkan sebelumnya bisa menjalin hubungan dengan pria yang masih memiliki darah ningrat. Jujur, keluarga besar saya cukup skeptis menilai keluarga ningrat. Bagi kami (maaf sebelumnya) keluarga ningrat itu mana mau merendah dan bersosialisasi dengan orang biasa, mereka keluarga terpandang yang penuh dengan aturan ketat dan semua pikiran buruk lainnya.

Hingga akhirnya saya merasakan sendiri bagaimana saya mencoba membangun kedekatan dengan semua keluarga Mas Raden. Dimulai dari kedua orang tuanya, saudara kandungnya, saudara sepupu, Om, Tante dan semua orang disana. Ada suka duka yang saya rasakan dan pengalaman serta pelajaran penting yang bisa saya ambil.

1. Sopan Santun dan Tata Krama

Saya masih ingat sekali saat pertama akan bertamu ke rumah orang tua Mas Raden, satu pesannya “Jadi dirimu apa adanya, jangan berlebihan!”. Itu bunyi pesan WhatApp yang dia kirim saat saya sedang bersiap-siap di rumah. Dari dulu saya selalu berprinsip kalau saya ingin menjalin hubungan seperti pacaran satu kali saja, selanjutnya saya ingin serius karena itu tidak boleh ada yang dibuat-buat.

Pertama kali datang ke rumahnya saya berusaha untuk sesopan mungkin mulai dari cara duduk, mengambil air minum juga kue yang ditawarkan sampai cara berbicara kepada keluarganya. Apalagi mengingat kebiasaan saya di keluarga yang sangat santai dan tidak terbiasa dengan suasana yang formal sekali. Wajar kalau diawal saya super gugup dan tahukah teman-teman pandangan ibunya dan adiknya sama sekali santai.

Lain dengan bapak Mas Raden yang waktu itu masih sedikit kaku dan dingin melihat kedatangan saya. Dari situ saya akhirnya belajar banyak hal tentang nilai kesopanan dan tata krama, Mas bilang kalau keluarganya sangat menjunjung nilai kesopan dan “Adhap Asor” kata orang Madura. Dia juga mengajarkan kepada saya menjadi perempuan Madura yang memegang nilai budaya dan tata krama.

2. Belajar Bahasa Halus Madura

Sejak lahir, besar dan tinggal di Madura, saya sama sekali tidak bisa berbahasa Madura. Ibu bapak saya tidak pernah membiasakan saya untuk berbicara menggunakan bahasa Madura, alasannya supaya kalau bertemu dengan keluarga bapak yang asli Banyuwangi aksen Maduranya tidak kental. Selain itu saya juga tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Jawa jadi sehari-hari saya terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.

Sampai akhirnya saya kebingungan karena tidak fasih berbicara bahasa Madura saat bertemu keluarga Mas Raden. Apalagi harus berbicara dengan bahasa Madura halus, mana bisa saya? Hahaha. Akhirnya setelah malam pertemuan itu saya berusaha keras untuk belajar bahasa Madura lengkap dengan bahasa halusnya dengan ibu di rumah.

Alhamdulillah, tidak membutuhkan waktu lama saya sudah bisa bicara menggunakan bahasa Madura halus walaupun terkadang harus memutar otak dulu. Tapi saya senang sekali sebagai Orang Madura seharusnya dari dulu saya sudah bisa dan bangga berbahasa Madura yang baik. Sekarang saya tidak takut lagi bila berinteraksi dengan orang lain yang lebih sepuh dengan bahasa Madura yang baik dan benar. Mungkin kalau tidak bertemu dengan Mas Raden saya tidak belajar menggunakan bahasa Madura ya.

3. Semua keputusan tidak bisa asal-asalan

Sebagai seorang anak tunggal saya terbiasa memaksa kedua orang tua untuk mengabulkan semua permintaan saya saat itu juga. Namun itu dulu, saat saya belum kenal Mas raden dan keluarganya sekarang saya tidak lagi bisa bersikap seperti itu. Semua yang kita inginkan dan ingin diputuskan harus melalui proses dan tidak boleh asal-asalan.

Karena kalau salah mengambil keputusan apalagi yang bersangkut dengan keluarga akan memberikan pengaruh yang buruk dengan nama baik keluarga besar. Sekarang saya terbiasa merundingkan semua beberapa hal penting dengan Mas Raden apalagi kami berdua memang serius menjalin hubungan.

Jadi, sebelum menikah dan bekerluarga dengannya saya sudah terbiasa dengan aturan-aturan seperti ini. Kebetulan juga dalam keluarga saya diajarkan untuk menomor satukan pendapat dan kebutuhan suami. Terdengar kuno dan menekan ya? Tapi alhamdulillah saya nyaman dengan keadaan seperti ini mungkin tidak bagi perempuan lainnya.

4. Didikan keras keluarga

Dari kecil Mas Raden dididik oleh orang tuanya dengan didikan yang keras dan disiplin, semua anak bapak Rasyid (Ayah Mas Raden) terbiasa bertanggung jawab. Didikan keras bapak Rasyid membuat saya awalnya sempat kaget dan “brontak” kepada Mas Raden. Kenapa harus dengan menggunakan cara yang keras? Namun pada akhirnya saya tahu sikap pacar saya yang penuh tanggung jawab ini hasil didikan orang tuanya.

Nama baik keluarga menjadi hal terpenting yang ditanamkan bapak Rasyid kepada semua anak dan menantunya. Semua dibuktikan dengan sikap dan ucapan bapak yang membuat banyak warga disekitar mengenal beliau sebagai sosok yang dihormati dan disegani. Waktu itu ebok (panggilan kepada ibu Mas Raden) sedang sakit dan harus menjalani operasi kecil disalah satu mata kiri beliau dan banyak sekali orang-orang yang datang menjenguk sampai kami kewalahan menemuinya.

Saya belajar kalau ternyata didikan keras itu tidak semuanya berpengaruh buruk, tergantung bagaimana cara menempatkannya. Dari didikan keras keluarga menghasilkan anak yang bertanggung jawab, penuh sopan santun dan disegani oleh banyak orang.

5. Jiwa sosial yang tinggi

Saya percaya kalau buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, begitu pula dengan Mas Raden yang mewarisi betul jiwa sosial bapak Rasyid. Sikap hormat orang-orang kepada bapak menunjukkan bahwa banyak kebaikan yang pernah beliau tanamkan kepada orang lain. Bapak akan marah jika ada tamu yang datang ke rumah namun ada salah satu dari orang rumah yang bilang bapak sedang tidur.

Kecuali sedang ada di luar rumah bapak selalu berpesan untuk jangan sampai menolak kedatangan tamu. Sama seperti bapaknya Mas Raden juga tidak akan segan-segan memberikan bantuan kepada orang lain siapapun itu selama dia bisa membantu dan akan berusaha dibantu. Pacar saya ini akan sangat bahagia jika dia sudah membantu dan bermanfaat bagi orang lain.

Karena hal itulah saya jadi tahu kalau selama ini penilaian saya salah, tidak semua keluarga yang memiliki keturunan Ningrat itu arogan. Sejak saat itu saya terbiasa dengan kebiasaan Mas Raden yang ringan tangan dalam membantu kesulitan orang lain. Saya mulai mendukung keputusannya saat ingin membantu orang meskipun terkadang saya masih suka rewel, hahaha.

Ada banyak hal yang saya rasakan sejak mengenal keluarga mereka, keluarga Ningrat yang pernah membuat saya tidak tenang karena takut. Sampai sekarang bapak, ibu dan saudara Mas Raden sudah terbiasa dengan kehadiran saya, begitu pula dengan saya. Padahal menurut cerita Mas Raden kalau sebenarnya tidak mudah menerima anggota keluarga baru di keluarga mereka.

Entah kenapa bisa semudah ini untuk saya, dua menantu bapak yang lain harus sedikit berusaha keras untuk bisa diterima. Tapi saya percaya bahwa ada alasan mengapa keluarga Mas Raden begitu selektif dan tidak asal-asalan menerima orang baru untuk masuk dan menjadi bagian keluarga. Sekarang adalah giliran saya untuk terus menjaga kepercayaan dan nama baik keluarga R. Abdul Rasyid.

Bapak, Ebok, Mas Hadi, Mbak Wiwik dan Sari sudah begitu baik kepada saya, terima kasih yang sebesar-besarnya. Maafkan kalau saya masih banyak kekurangan dan harus terus belajar. Semoga Tuhan menakdirkan kebahagiaan saya ada bersama keluarga besar kalian. Semoga saya masih bisa terus berbakti dan menyayangi kalian semua seperti saya menyayangi keluarga sendiri.

You May Also Like

37 komentar

  1. Semoga langgeng ya Mbak
    Kalo pesan undangan sodorin ke Mas Raden buat di rajaundangan aja #ealah malah promosi hehehe.

    Tapi tulus kok Mbak, aq tunggu beneran lho berita bahagia sampeyan sampai ke Pelaminan. Aaaamiiinnn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiinn, makasi mbak Rahmah. Insya Allah jadi referensi buat undangan kalau menikah nanti. :)

      Hapus
  2. Gitu ya ternyata kalau ingin menjadi bagian keluarga ningrat. Tapi, tanpa menjadi orang ningrat pun, apa yg kamu tuliskan di sini mmg haruslah dilakukan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak gitu juga kok mbak, cuma aku menuliskan beberapa pelajaran yang aku dapatkan. :D

      Hapus
  3. Jadi kapan mau diresmikan?
    Tunggu aku balek dulu yaaaaa. Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Doakan saja ya, dan kamu harus segera kembali. :)

      Hapus
  4. Kelima point di atas, kalau diterapkan oleh semua orang, pasti akan damai dan sejahtera lingkungan kita ya...
    Tidak perlu menjadi seorang ningrat, dengan berprilaku seperti 5 point tersebut, pasti kita akan disenangi dan disegani oleh orang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul banget mbak, aku mulai terbiasa dengan kelima pelajaran ini meskipun susah untuk diterapkan. :D

      Hapus
  5. Riska bgitu baca judulnya aku langsung penasaran abizz hihi
    Aku pikir tadinya riska dan si mas raden udah nikah hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, belum mbak. Doakan saja ya semoga disegerakan. :)

      Hapus
  6. aku baru tau kalo bahasa madura juga ada versi halusnya :).. kirain bahasa jawa halus aja yg ada :D.. menarik kisahnya mbak, moga2 cepet berlanjut ke jenjang pernikahan yaaa ^o^..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, mbak Fanny bahasa Madura juga ada yang halus itu menandakan orang Madura halus-halus lho. :D

      Hapus
  7. Wah bagus sharingnya. Saya kira keluarga ningrat hanya ada di Jawa Tengah. Ternyata Madura juga ada... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mbak, Madura juga ada kok. hihihi

      Hapus
  8. Saya terkesan dengan pribadi Mas Raden waktu membaca cerita ini. Baru kenal sehari dan langsung ingin berkenalan dengan keluarga, juga memperkenalkan Mbak Riska ke keluarga beliau, maka itu tanda pria sejati yang tahu menghargai perempuan. Mbak Riska bersyukur mendapat pasangan seperti ini, sejak hari pertama langsung menunjukkan respek. Wajar ternyata dari kalangan ningrat yang didikannya keras soal begini. Semoga cepat melangkah ke jenjang pernikahan ya, Mbak. Jangan lupa undang saya. #lho :D

    Anyway, berema oreng Bangkalan tak bisa ngomong Madure? Dudu adu... :D

    Mator sakalangkong.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mas Eko. Aamiinn, mohon doanya saja. Ini sudah lancar kok bahasa Maduranya :D

      Hapus
  9. Wah, asyik banget ya masing-masing merupakan pasangan pertama, jadi nggak pernah ada cerita tentang mantan :)

    BalasHapus
  10. Baca awal-awalnya ikut tegang lho, syukurlah selanjutnya jadi hepi. Ikut senang dengan adaptasi yg berjalan lancar :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, semoga lancar seterusnya mbak.

      Hapus
  11. sebetulnay sih semua yang dituliskan itu tuk kalangan siapa saja harus ya , spt tata krama, karena penting. Kalau melihat saja gak punya etika , kita sudah gak suka duluan walau itu hal yang remeh temeh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul mbak, tapi kalau menurut pengalaman saya pas beradaptasi tingkatnya lebih tinggi. :D

      Hapus
  12. Kok sampe sini doang ceritanya? Kuraaaang #eeeaaaa :p

    Semoga jalan selanjutnya tetap mudah dan lancar, ya Dek. Ikut seneeeng :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sabar dong, ish nggak seru kalau langsung diceritain semua. :D Aamiinn, makasi mbakku :*

      Hapus
  13. Mmmh jadikan pengalamanm hidup yang bermanfaat ya, mba. Tidak ada yang membedakan meskipun kekayaan karena semuanya sama di mata Allah. Jangan putus asa dan semoga dilancarkan. Amin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul mbak, tidak ada satu hal pun yang membedakan kita kecuali keimanan di dalam hati. :)aamiinn, makasi mbak.

      Hapus
  14. Barutau Madura ada silsilah ningrat juga ya. Padahal bapakku orang Madura tapi sejak lahir di Jawa & nggak pernah crita2 ttg budaya Madura. Jadi tambah pengetahuan ttg budaya Madura. Thanks.

    BalasHapus
  15. wah mbak, sebetulnya masuk ke dalam keluarga ningrat tidak seseram itu kok. Tapi memang bahasa yang alus-alus itu udah jadi makanan sehari-hari apalagi berbicara dg yg lebih tua.
    Tp pakai bahasa Indopun tak masalah kok sbnernya yang terpenting Sopan Santun Huhehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, dulunya aku sempat parno sendiri. Lama-lama jadi biasa :)

      Hapus
  16. eh, kenapa saya merasa Riska dan Raden ini sudah menikah dan sudah pernah membaca cerita ini sebelumnya, jadi seolah2 dejavu gini.
    Semoga mencapai pelaminan ya dan langgeng, samara pokoknya.
    (Jadi, ingat2 kisah princess apa gitu, hehehe)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiinn, doakan saja semoga lancar ya mbak :)

      Hapus
  17. Tjiieee tjiee mbak hiihii
    Semoga langgeng terus ya mbak. Kalau prewedding atau honeymoon ke Bandung yuk sambil foto hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau banget foto prewedding di mbak cuma jauh :D

      Hapus
  18. Kalo udah jadi suami, emang harus mba nurutin apa kata suami. Bukan cuma ningrat, tapi emang kewajiban istri buat taat sama suami setelah taat sama Allah dan Rasul.

    Semoga disegerakan menikah yaa mba :)

    BalasHapus
  19. Kisah yang indah.
    Bisa dikenang sepanjang masa.

    BalasHapus

Jangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.

Terima Kasih.