Lindungi Hutan Dengan HCS Approach dan HCS Approach Toolkit Versi 2.0

by - Kamis, Mei 18, 2017

Apa ya rasanya kebanjiran? Kira-kira begitulah pertanyaan yang terlintas dalam benak saya saat ini. Tinggal di Kota kecil yang masih aman dari banjir membuat saya harus banyak bersyukur. Tapi itu dulu mungkin beberapa tahun yang lalu saya masih bisa duduk tenang saat hujan deras datang mengguyur, kalau sekarang? Sedikit khawatir.

Meskipun tinggal tepat di tengah kota tapi tidak bisa menjamin kalau rumah akan bebas dari genangan air banjir. Beberapa bulan yang lalu saat musim hujan terus-terusan datang saya dan masyarakat sekitar sempat ketar-ketir apakah rumah kami akan dimasukin luapan air banjir?. Meskipun tidak terlalu tinggi tapi lumayan dapat merusak beberapa perabot rumah.

Banjir, mana ada orang yang bisa tahan dengan banjir saya pun begitu. Kemudian saya berpikir apa saja penyebab banjir ini tiba-tiba datang padahal dulunya rumah kami selalu aman dari terjangan banjir. Tidak bisa dipungkiri bahwa kerusakan hutan terjadi setiap hari, padahal kita semua tahu keberadaan hutan menjadi suatu hal penting bagi kehidupan dunia ini.


Apa Saja Penyebab Kerusakan Hutan?


Semua yang terjadi di dunia ini pasti ada penyebabnya, tidak mungkin terjadi tanpa sebab itu mustahil. Begitu juga dengan banjir yang sering terjadi di hampir semua daerah di negeri ini. Kerusakan hutan menjadi salah satu penyebab utama, tapi pernahkan kita berpikir dan merenung apa saja yang membuat hutan Indonesia menjadi rusak?.

1. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Kebakaran hutan sangatlah susah untuk diatas, untuk itu kita semua harus dapat mengantisipasi agar kejadian tersebut tidak terjadi. Penelitian menunjukan bahwa sebagian besar kebakaran hutan yang terjadi dikarenakan ulah manusia.

2. Penebangan Hutan Secara Liar

Penyebab kerusakan hutan lainnya yang memilidi andil yang sangat besar adalah penebangan hutan secara liat atau yang biasa disebut illegal logging. Umumnya kejadian seperti ini dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi, untuk itu Pemerintah diharapkan bisa memberikan solusi dalam permasalahan ini.


3. Penegakkan Hukum Yang Lemah

Lemahnya supremasi hukum di Indonesia menjadi penyebab lain dari kerusakan hutan, hal ini yang membuat pelaku kerusakan hutan tidak jera dan melakukan perbuatan illegal logging lagi setelah mendapatkan hukuman. Ini juga merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah untuk membuat hukum yang baik.

4. Mentalitas Manusia

Sebenarnya penyebab kerusakan hutan yang terjadi selama ini adalah karena mantalitas sebagian manusia yang menganggap dirinya paling berhak untuk mengelola hutan. Padahal kenyataan dilapangan banyak amanah yang disalahgunakan sehingga menjadikan hutan yang semakin hari semakin rusak.

Sebenarnya masih banyak penyebab-penyebab lain yang menjadikan hutan kita semakin hari semakin rusak. Penyebab-penyebab tersebut diantaranya perambahan hutan, perpindahan ladang, pertambangan, transmigrasi, pemukiman penduduk, pembangunan sarana prasarana, dan masih banyak lagi yang lainnya.


Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Untuk Hutan Kita?


Kalau kita peduli akan sesuatu harusnya kita mencari tahu apa yang bisa mengatasi sesuatu tersebut tidak terjadi kembali. Begitu pula ketika kita peduli dan prihatin karena hutan kita dirusak oleh beberapa pihak hanya untuk kepentingan pribadi. Para ahli dan pemangku kepentingan bersinergi untuk menciptakan regulasi yang menjamin proses produksi yang selaras dengan alam agar kehidupan tetap harmonis dan terkendali.

Salah satu sistem yang dikembangkan untuk mengatasi deforestri (penggundulan hutan) adalah berupa HCS Approach (High Carbon Stock Approach).

Apa Itu HCS Approach (High Carbon Stock Approach) ?


HCS Approach (High Cabon Stock Approach) adalah metodologi global untuk menerapkan praktek non-deforestasi. HCS Approach diselenggarakan oleh HCS Approach Steering Group yang terdiri dari industri perkebunan seperti Wilmar, Asia Pul & Paper Group (APP), Golden Agri Resources, Golden Veroleum Liberia, Musim Mas, dan New Oil Britain Palm Oil Limited. Industri komoditas seperti P&G, Unilever, dan BASF.

Organisasi non pemerintah seperti WWF, Green Peace, Conservation International, Forest Peoples Programmes, Forest Heroes, Mighty, National Wildlife Federation, Rainforest Action Network, Rainforest Alliance, dan Union of Concerned Scientists. Dan yang terakhir adalah member dari kategori organisasi technical support, seperti Daemeter, Eco Nusantara, proforest dan TFT.


Pada pertemuan di Bali awal Mei lalu HSC Approach Steering Group ini, untuk meluncurkan toolkit yang bernama HCS Approach (High Cabon Stock Approach) Toolkit Versi 2.0 yang berisikan modul untuk mensosialisasikan dan menerapkan praktek non-deforestasi secara jelas, sistematis, dan sinergi dengan metode pelestarian hutan lainnya.

Toolkit ini adalah seri kedua dari toolkit sebelumnya. Versi pertama dari HCS Approach Toolkit sebelumnya telah dirilis pada April 2015. Versi baru yang telah disempurnakan yang dirilis hari ini telah meliputi penelitian ilmiah terbaru, evaluasi dari percobaan lapangan, serta topik-topik baru dan masukan-masukan dari berbagai kelompok kerja HCS Approach Steering Group, sebuah organisasi keanggotaan yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yang mengatur HCS Approach.

Toolkit baru ini juga menyajikan penyempurnaan, penambahan dan perubahan-perubahan penting pada metodologinya, sebagai hasil dari 'Kesepakatan Konvergensi' antara HCS Approach dan HCS Study, pada November 2016 lalu. Dengan telah dilengkapinya HCS Approach Toolkit Versi 2.0, HCS Steering Group saat ini dapat fokus pada uji coba metodologinya, agar dapat disesuaikan bagi para petani kecil, serta memperkuat persyaratan sosial yang dikembangkan sebagai bagian dari proses konvergensi HCS.

Dalam pelaksanaan HCS Approach ini diperlukan penentuan prioritas dalam pengelolaan HCS Forest Patch. Ada titik hutan tertentu yang lebih diprioritaskan dibandingkan hutan lainnya. Penentuan ini berdasarkan HCS Forest Patch Analysis Decision Tree, diantaranya:

1. Mengklasifikasikan hutan berdasarkan vegetasinya, apakah termasuk High Density Forest (HDF), Medium Density Forest (MDF), Low Density Forest (LDF) atau masih Young Regenerating Forest (YRF).

2. Menentukan prioritas pengelolaan HCS Forest Patch berdasarkan luas areanya. Untuk hutan dengan luas area diatas 100 hektar akan langsung masuk prioritas tinggi. Sedangkan hutan dengan luas area di bawah 100, masih akan dilakukan pertimbangan lebih lanjut. Apabila lokasi hutan terkoneksi dengan hutan yang menjadi prioritas, maka HCS Forest Patch ini akan masuk prioritas juga.

3. Analisa resiko. HCS forest dengan resiko minimal akan menjadi prioritas.

4. High Density Forest (HDF), Medium Density Forest (MDF), Low Density Forest (LDF) lebih diprioritaskan dibandingkan Young Regenerating Forest (YRF).

5. Rapid biodiversity assessment. Semakin HCS Forest tersebut berpengaruh pada biodiversity, artinya memiliki keanekaragaman hayati yang banyak, maka HCS forest tersebut akan diprioritaskan.


Toolkit baru ini juga menyajikan penyempurnaan penambahan dan perubahan-perubahan penting pada metodologinya sebagai hasil dari Kesepakatan Konvergensi antara HCS Approach dan HCS study, pada November 2016 lalu.

Dengan telah dilengkapinya HCS Approach Toolkit Versi 2.0, HCS Steering Group saat ini dapat fokus pada uji coba metodologinya, agar dapat disesuaikan bagi para petani kecil, serta memperkuat persyaratan sosial yang dikembangkan sebagai bagian dari proses konvergensi HCS.

Tidak mudah untuk bisa menjaga kelestarian hutan, tapi kalau tidak begitu hutan kita akan terus rusak dan dampak yang paling terasa adalah musibah terjadi dimana-mana. Yuk, bersama kita peduli dan lindungi hutan dari perusakan yang lebih parah.

Sumber:

http://highcarbonstock.org/the-hcs-approach-toolkit/

Twitter: @Highcarbonstock

Youtube: High Carbon StockApproach

You May Also Like

0 komentar

Jangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.

Terima Kasih.