Halo, apa kabar teman-teman?. Bagaimana keadaan teman-teman setelah beberapa bulan harus stay di rumah supaya terhindar dari Covid-19 ini?. Semoga kita semua bisa selalu survive ya. Saat ini kita sudah masuk dalam fase New Normal dimana masyarakat terus menggerakkan roda perekonomian dengan kembali bekerja seperti sediakala namun dalam kondisi dan peraturan yang berbeda.
Protokol kesehatan seperti rajin cuci tangan, menggunakan masker dengan tepat dan menjaga jarak harus kita patuhi dalam fase New Normal. Karena rupanya covid-19 masih belum mau pergi bahkan informasi terbaru dari gugus satgas Covid pusat memberitakan kalau pasien positif sudah mencapai angka 1000 lebih, itu artinya covid 19 bukanlah ancaman yang main-main.
Saat musim kemarau tiba ancaman terbaru dari covid-19 sepertinya akan semakin meningkat. Memasuki musim kemarau, kebakaran hutan dan lahan menjadi bencana tahunan negeri ini. Kondisi menjadi semakin horor dengan adanya karhutla di masa pandemi Virus Corona.
Waspadai Kebakaran Hutan dan Lahan di Tengah Pandemi
Musim kemarau pada 2020 selain akan memunculkan ancaman kebakaran, juga memiliki dampak lanjutan langsung berupa meningkatnya risiko penularan Covid-19 pada masyarakat di sekitar wilayah kebakaran lahan dan hutan. Pasalnya asap karhutla yang pekat akan memperburuk kondisi paru-paru.
Sementara diketahui saat ini covid-19 juga menyerang sistem pernapasan. Lantas, bagaimana menghadapi ancaman asap dan karhutla ini sebagai langkah mitigasi pada masa pandemi?. Upaya-upaya antisipasi harus segera pemerintah dan pihak terkait lakukan untuk menghadapi kebakaran hutan dan lahan yang menghasilkan asap di tengah pandemi saat ini.
Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti Podcasts yang diadakan oleh Kantor Berita Radio (KBR) dengan narasumber Kasubdit Pencegahan Karhutla-Direktorat PKHL, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Anis Aliati dan Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Prof Bambang Hero Saharjo.
Menurut Prof Bambang di Riau saja pada tanggal 1 Januari kemarin sudah ada yang terbakar. Jadi tidak perlu menunggu sampai benar-benar kemarau untuk melakukan penanganan, karena tanggal 26 April pun di Rupat sudah ada kebakaran juga. Jadi, jangan berpikir karena covid-19, orang berhenti membakar, tidak.
Karhutla Berpotensi Memperburuk Kondisi Pasien Covid-19
Dalam rangka mengantisipasi bencana tahunan karhutla tahun ini, daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan harus bersiap. Sebab karhutla berpotensi menyebabkan kondisi pasien covid-19 bisa semakin memburuk. Sebab, dampak karhutla yang bisa menimbulkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akan memperburuk kondisi pasien covid-19 dan menyebabkan tingkat kematian yang meningkat.
Demi mencegah meningkatnya tingkat kematian yang disebabkan oleh karhutla di tengah pandemi covid-19 masyarakat sebaiknya tetap berada di dalam rumah dan terus menjalankan protokol kesehatan. Di tengah kondisi seperti ini pemakaian masker berjenis N95 yang mampu menghalau asap karhutla dibutuhkan.
Namun sayangnya penggunaan masker jenis N95 dan masker medis diprioritaskan untuk tenaga kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Oleh sebab itu penting adanya upaya pencegahan dini dari masyarakat sendiri, tentu selain upaya antisipasi karhutla yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait.
Source : CNN Indonesia |
Dalam kondisi seperti ini peran masyarakat dirasa bisa membantu terutama pada daerah rawan karhutla. Patroli terpadu juga sudah dijalankan di beberapa wilayah yang rawan terjadi karhutla seperti di Sumatera dan Kalimantan. Tim patroli terpadu juga aktif memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai upaya pencegahan penyebaran covid-19.
Bersamaan dengan patroli petugas di lapangan melakukan sosialisasi pencegahan Covid-19. Pengecekan titik panas, penegakan hukum karhutla, dan teknologi modifikasi cuaca (TMC) juga terus dilakukan.
Maksud kegiatan patroli terpadu pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah mensinergikan para pihak untuk melakukan pemantauan di tingkat tapak terutama di desa-desa rawan karhutla. Terlebih strategi pengendalian karhutla mengalami perubahan dengan memprioritaskan segala upaya pencegahan dan pemadaman secara dini.
Upaya Antisipasi Karhutla di Tengah Pandemi
Untuk antisipasi, sejak Maret lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyurati para kepala daerah, swasta dan pemangku kawasan untuk mewaspadai karhutla. Upaya pencegahan karhutla di masa pandemi ini, tetap berjalan dengan meningkatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak.
Upaya antisipasi karhutla tentu saja dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan covid-19 selama pandemi. Tim teknologi modifikasi cuaca (TMC) juga sudah memulai menggelar operasi untuk menghasilkan hujan buatan di Riau dan Jambi selama 15 hari di bulan Mei. Tujuannya, membasahi lahan gambut yang mulai mengering dan rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Untuk itu, dalam pelaksanaan TMC, BPPT mengacu pada data ketinggian muka air gambut dari KLHK dan Badan Restorasi Gambut. Dengan adanya hujan buatan diharapkan bisa menaikkan level air gambut pada kesatuan hidrologi gambut yang ada di Riau dan Jambi. Sehingga ketika gambut basah menjelang puncak kemarau tidak rawan karhutla.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, secara umum Pulau Sumatera, terutama di Riau, sebagian Sumatera Utara dan Jambi, sudah memasuki musim kemarau. Puncaknya, Agustus-September di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
Upaya antisipasi lain yang dilakukan yakni pelaksanaan patroli pencegahan karhutla selain melalui pengawasan lapangan dan sosialisasi juga mengutamakan pemadaman secara dini, sedangkan untuk wilayah remote area diupayakan pemadaman melalui udara. Persiapan pelaksanaan TMC pada awal bulan Mei berkoordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), BMKG, dan TNI.
Segala upaya antisipasi pencegahan karhutla sudah dan terus dilakukan oleh semua pihak terkait mulai dari tingkat masyarakat sampai pemerintah. Sedih rasanya mengetahui beban masyarakat yang tingal di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan menjadi double di tengah pandemi covid-19 ini.
Karhutla yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya saja sudah banyak memberikan dampak buruk bagi semua pihak terutama masyarakat apalagi di tengah pandemi ini. Sinergitas dari semua pihak dalam menekan tingkat kebakaran hutan dan lahan sangat diperlukan. Jadi penyelesaiannya harus spesifik, dan lokal.
Rasanya tidak mungkin teman-teman atau pemerintah pusat di Jakarta itu bisa mengatakan dengan satu solusi saja. Fokus pemerintah juga akan terpencah dalam menangani karhutla, sedang pencegahan dan penanggulangan covid-19, akan berdampak pula pada penanganan kebakaran hutan karena ada imbauan pembatasan sosial skala besar (PSBB).
Dengan terus melakukan pencegahan karhutla di daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan agar penduduk di daerah tersebut tidak mengalami gangguan kesehatan. Terlebih bagi masyarakat dengan gangguan kesehatan paru rentan terkena Virus Corona yang juga rentan mengalami kematian.
Harapan saya semoga dengan semua upaya antisipasi yang sedang dilakukan saat ini bisa menekan tingkat terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kita semua berada di satu perahu yang sama, di masa pandemi covid-19 dan bencana tahunan karhutla yang mengancam keselamatan masyarakat.
Optimis, bersama kita selamatkan hutan dan udara.
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.
Optimis, bersama kita selamatkan hutan dan udara.
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.
Sumber Tulisan :
- www.mongabay.co.id
- www.beritasatu.com