Seminar Peran Media Online Cegah Terorisme

by - Jumat, Januari 22, 2016

Beberapa waktu yang lalu negara kita kembali menjadi sasaran empuk para teroris menjalankan aksi jahatnya dan untuk kesekian kalinya Jakarta menjadi target pengeboman. Bom yang meledak tepat di pos polisi dekat pusat perbelanjaan Sarinah ini sempat menghebohkan semua masyarakat Indonesia. Semua media online maupun offline ramai - ramai memberitakan adanya peristiwa Bom Sarinah ini. Semuanya mengeluarkan spekulasi masing - masing, ada yang mengajak untuk tidak panik, ada yang menghimbau untuk tidak mendekati tempat perbelanjaan serta restoran cepat saji, ada yang berpendapat ini pengalihan isu dari masalah yang sebelumnya dan masih banyak spekulasi lainnya.

Jelas, media online memiliki peranan yang cukup besar pada setiap peristiwa yang terjadi di negeri ini. Ketika sebuah peristiwa terjadi pasti yang menjadi tujuan pertama semua masyarakat adalah berita dan informasi tentang peristiwa tersebut. Terutama pada peristiwa terorisme yang notabene menjadi musuh dunia, lewat media online dengan waktu yang sangat singkat semua informasi sudah bisa dikumpulkan.

Beberapa waktu yang lalu saya bersama teman - teman media dan blogger berkesempatan hadir dalam acara seminar bertema , "Peran Media Online Cegah Terorisme". Acara seminar ini berlangsung di Singgasana Hotel Surabaya pada tanggal 29 Juli 2015. Berikut secara lengkap akan saya coba tuliskan kembali materi seminar tentang peranan media online mencegah aksi terorisme. Semua data dan tulisan berikut ini ditulis dan disampaikan secara lengkap oleh Bapak Akmad Munir, Ketua PWI Jawa Timur dan Ketua LKBN antara biro Jawa Timur.


Media Online 

Media online merupakan media massa "Generasi ketiga" sebuah media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputer dan internet).

1. Media cetak ( Printed Media )
  • Koran, Tabloid, Majalah, Buku
2. Media elektronik ( Electronic Media )
  • Radio, Televisi dan Film atau Video
3. Media Online ( Cyber Jounrnalisme )
  • Pelaporan fakta atau peristiwa melalui internet ( Wikipedia ) berupa teks, visual atau gambar, audio dan audio visual ( Video ).

Ciri Atau Karateristik Media Online

1. Kapasitas luas halaman web bisa naskah, sangat panjang.
2. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana saja.
3. Jadwal terbit bisa kapan saja.
4. Cepat, begitu di upload bisa diakses oleh semua orang.
5. Menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet.
6. Aktual, berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan kerjanya.
7. Update, pembaruan informasi terus dan dapat dilakukan kapan saja.
8. Interaktif, dua arah dan "egaliter" dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling dsb.
9. Terdokumentasi, informasi tersimpan dalam arsip dan dapat ditemukan melalui link di dalam pencarian.
10. Terhubung dengan sumber lain (hyperlink) yang berkaitan dengan informasi tersaji.

Media dan Terorisme

Pemberitaan media yang berlebihan memicu munculnya terorisme atau kekerasan yang lain, misalnya :
  • Polri memastikan bahwa rentetan kasus terorisme di Solo selama bulan Agustus bermotif balas dendam terhadap pihak kepolisian.
  • Masyarakat yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.
  • Keluarga pelaku yang mengetahui berita di media tersebut merasa tersinggung dengan pemberitaan hingga mereka marah.
  • Memicu tindakan terorisme ataupun kekerasan lain yang bermotif rasa tidak terima dan balas dendam terhadap pemberitaan media online.
Motif Terorisme adalah Ideologi yang berorientasi atau motif politik (kekuasaan) ekonomi dan agama serta mencari perhatian dari publik (media menjadi alat propaganda).

Media Merupakan Alat Propaganda Teroris

  • Terorisme pada 11 September 2001 di New York dan Washington, direncanakan Osama bin Laden dengan bekerjasama dengan media yang memberitakan bahwa kejadian tersebut banyak memakan korban.
  • Perencanaan juga dilakukan dengan pembuatan video yang salah satu isi dari video tersebut berisi pernyataan Osama bin Laden dan pengikutnya yang menghendaki perang suci dengan Amerika Serikat.
  • Sama seperti yang dilakukan Osama bin Laden, presiden Amerika Serikat saat itu, Bush pun menggunakan pemberitaan media untuk memperoleh dukungan dari negara lain dengan melebihi - lebihkan kejadian terorisme yang terjadi di New York dan Washington tersebut.
  • Akhirnya terjadilah perang antara Amerika Serikat dan Afganistan yang secara implisit menggunakan pemberitaan media sebagai perantara.

Solusi Agar Tidak Menjadi Alat Propaganda Teroris

1. Perhatikan fakta yang ada
2. Jangan berlebihan dalam pemberitaan.
3. Kompetensi Jurnalis adalah :
  • Memuat atau menayangkan
  • Menyimpan (tak semuanya dimuat karena memikirkan dampak).
4. Utamakan kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi, kelompok atau kepentingan pemilik media.
5. Selalu berpegang pada kode etik jurnalistik.

"Jurnalis yang memproduksi berita negatif tanpa memperdulikan efek buruk dari beritanya tersebut, tidak layak menjadi jurnalis." - Yadi Handriana, Ketua ITJI Pusat

Pedoman Pemberitaan Media Siber

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak dan kewajibannya sesuai Undang - Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi Pers, pengelola media siber dan masyarakat menyusun pedoman pemberitaan media siber sebagai berikut :

1. Ruang Lingkup
  • Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik serta memenuhi persyaratan Undang - Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
  • Isi Buatan Pengguna ( User Generated Content ) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber. Antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber seperti, blog, forum, komentar pembaca dan bentuk lainnya.
2. Verifikasi dan Keberimbangan Berita
  • Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan. Ketentuan dalam butir yang disebutkan tadi dikecualikan dengan syarat :

    1. Berita benar - benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak.
    2. Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten.
    3. Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai.
  • Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring. Setelah memuat berita sesuai dengan persyaratan tadi, media wajib meneruskan upaya verifikasi dan setelah didapatkan verifikasi, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemuktahiran ( update ) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
3. Isi Buatan Pengguna ( User Generated Content )
  • Media Siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang - Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang ditempatkan secara terang dan jelas. Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log in akan diatur lebih lanjut.

    Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan :

    1. Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul.
    2. Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras dan antar golongan ( SARA ) serta menganjurkan tindakan kekerasan.
    3. Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

    Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguana yang bertentangan dengan butir c. Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir c. Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang yang dengan mudah dapat diakses pengguna.

    Media siber wajib menyunting, menghapus dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir c, sesegera mungkin secara proporsional selambat - lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.

    Media siber yang telah memenuhi ketetuan yang telah ditetapkan di atas tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir c. Meida siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana yang telah tersebut.
4. Ralat, Koreksi dan Hak Jawab
  • Ralat, koreksi dan hak jawab mengacu pada Undang - Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers. Ralat, koreksi dan hak jawab wahib ditautkan pada pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab. Di setiap berita ralat, koreksi dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi dan hak jawab tersebut. Bila suatu media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka :

    - Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya.

    - Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah medai siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu.

    - Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang dikoreksinya itu.

    - Sesuai dengan Undang - Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 ( Lima ratus juta rupiah ).
5. Pencabutan Berita
  • Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi. Kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
  • Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
  • Pecabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
6. Iklan
  • Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan
  • Setiap berita atau artikel atau isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan adventorial, iklan, ads, sponsored atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita atau artikel atau isi tersebut adalah iklan.
7. Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang - undangan yang berlaku.

8. Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media siber ini di medianya secara terang dan jelas.

9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.

Pedoman Peliputan Teroris

Tindak terorisme adalah sebuah kejahatan luar biasa ( extraordinary crime ). Sejak 1993 pada saat Deklarasi Wina dan program aksi Wina, terorisme sudah dianggap sebagai murni tindak pidana internasional dan sebagai perbuatan yang melanggar Hak Asasi Manusia ( HAM ). Wartawan memberitakan tentang aksi maupun dampak terorisme semata - mata untuk kepentingan publik. Dalam meliput, para wartawan harus selalu berpegang pada kode etik jurnalistik ( KEJ ). Undang - Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers maupun Kode Etik Jurnalistik.

Berikut adalah pedoman peliputan terorisme :

  • Wartawan selalu menempatkan keselamatan jiwa sebagai prioritas di atas kepentingan berita. Saat meliput sebuah peristiwa terkait aksi terorisme yang dapat mengancam jiwa dan raga, wartawan harus membekali diri dengan peralatan untuk melindungi dirinya. Wartawan selalu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan jurnalistik.
  • Wartawan yang mengetahui dan menduga sebuah rencana tindak terorisme wajib melaporkan kepada aparat dan tidak boleh menyembunyikan informasi itu dengan alasan untuk mendapatkan liputan eksklusif. Wartawan bekerja untuk kepentingan publik sehingga keselamatan nyawa warga masyarakat harus ditempatkan di atas kepentingan berita.
  • Wartawan harus menghindari pemberitaan yang berpotensi mempromosikan dan memberikan legitimasi maupun glorifikasi terhadap tindakan terorisme maupun pelaku terorisme. Terorisme adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan.
  • Wartawan dan media penyiaran dalam membuat siaran langsung ( live ) tidak melaporkan secara terinci atau detail peristiwa pengepungan dan upaya aparat dalam melumpuhkan para tersangka terorisme. Siaran secara langsung dapat memberikan informasi kepada para terduga teroris mengenai posisi dan lokasi aparat keamanan secara real time dan hal ini bisa membahayakan keselamatan anggota aparat yang sedang berupaya melumpuhkan para teroris.
  • Wartawan dalam menulis atau menyiarkan berita terorisme harus berhati - hati agar tidak memberikan atribusi, gambaran atau stigma yang tidak relevan. Misalnya dengan menyebut agama yang dianut atau kelompok etuis sang pelaku. Kejahatan terorisme adalah kejahatan individu atau kelompok yang tidak terkait dengan agama ataupun etnis.
  • Wartawan harus selalu menyebutkan kata "terduga" terhadap orang yang ditangkap oleh aparat keamanan karena tidak semua orang yang ditangkap oleh aparat secara otomatis adalah pelaku tindak terorisme. Untuk menjunjung asas praduga tidak bersalah ( presumption of innocense ) wartawan perlu mempertimbangkan penggunaan istilah "terperiksa" untuk mereka yang diselidiki atau disidik oleh polisi. "Terdakawa" untuk mereka yang sedang diadili dan "terpidana" untuk orang yang perkaranya telah diputus oleh pengadilan.
  • Wartawan wajib menghindari mengungkapkan rincian modus operandi tindak pidana terorisme seperti cara merakit bom, komposisi bahan bom, atau teknik memilih sasaran dan lokasi yang dapat memberi inspirasi dan memberi pengetahuan bagi para pelaku baru tindak terorisme.
  • Wartawan tidak menyiarkan foto atau adegan korban terorisme yang berpotensi menimbulkan kengerian dan pengalaman traumatik. Pemuatan foto atau adegan hanya diperbolehkan bila bertujuan untuk menyampaikan pesan kemanusiaan bahwa terorisme selalu menyasar sasaran umum dan menelan korban jiwa.
  • Wartawan wajib menghindari peliputan keluarga terduga teroris untuk mencegah diskriminasi dan pengucilan oleh masyarakat. Kecuali dimaksudkan untuk menghentikan tindakan diskriminasi yang ada dan mendorong agar ada perhatian khusus misalnya terhadap penelantaran anak - anak terduga teroris yang bila dibiarkan akan berpotensi tumbuh menjadi teroris baru.
  • Terkait dengan kasus - kasus yang dapat menimbulkan rasa duka dan kejutan yang dapat menimpa seseorang. Pertanyaan dan pendekatan yang dilakukan untuk merekontruksi kejadian dengan menemui korban, keluarga korban maupun keluarga pelaku harus dilakukan secara simpatik dan bijak.
  • Wartawan dalam memilih pengamat sebagai narasumber wajib selalu memperhatikan kredibilitas, kapabilitas dan kompetensi terkait latar belakang, pengetahuan dan pengalaman narasumber yang relevan dengan
    hal - hal yang akan memperjelas dan memberikan gambaran utuh terhadap fakta yang diberitakan.
  • Dalam hal wartawan menerima undangan meliput sebuah tindakan aksi terorisme, wartawan perlu memikirkan ulang untuk melakukannya. Kalau undangan terkait dengan rencana aksi pengeboman atau aksi bom bunuh diri sebaiknya wartawan tak perlu memenuhinya. Karena hal itu dapat dipandang sebagai cara memperkuat pesan teroris dan mengindikasikan ada kerja sama dalam sebuah tindakan kejahatan.
  • Wartawan menyampaikan rencana tindak atau aksi terorisme kepada aparat hukum. Wartawan wajib selalu melakukan check dan recheck terhadap semua berita tentang rencana maupun tindakan dan aksi terorisme ataupun penanganan aparat hukum terhadap jaringan terorisme. Untuk mengetahui apakah berita yang ada hanya sebuah isu atau hanya sebuah balon isu ( hoax ) yang sengaja dibuat untuk menciptakan kecemasan dan kepanikan.

Begitulah beberapa poin penting yang coba saya tuliskan kembali tentang peranan media online dalam mencegah terorisme. Semoga bermanfaat, semoga semakin simpatik juga bijak menjalankan peran dalam media online dan harapan saya semoga tidak terulang lagi aksi terorisme di negeri ini. :)

You May Also Like

5 komentar

  1. Apakah sudah ada media resmi dari BIN dan kepolisian yang khusus update berita keamanan dalam dan luar negriyamg bisa dijadikan acuan ?

    BalasHapus
  2. Berat tapi mau nggak mau kita sebagai warga negara harus aware..., ini nih penting buat diketahui banyak orang, terutama para pemuda-pemudinya...yang sebagian waktunya dipakai berselancar di dunmay..

    BalasHapus
  3. saya setuju nih mbak media online dijadikan media untuk mencegah aksi terorisme.
    Soalnya ada beberapa orang yang mungkin tidak bisa menyuarakan suaranya secara langsung.
    Tulisannya lengkap banget, makasih ya mbak riska tulisannya...
    Pedoman penulisannya juga cakep lengkap.. Biar ga salah tulis asal update ini penting dibaca...
    Salam cinta damaai hihi

    BalasHapus
  4. Lengkap kap.. Sip infonya Cha, media sosial itu memang media masa kini untuk mendapat berbagai info dg cepat, dan pastinya dapat mencegah aksi terorisme yg akhir2 ini selalu menjadi ancaman bagi negeri tercinta

    BalasHapus
  5. Wiiih super lengkap infonya. AKu gak terlalu suka membahas teroris secara mendetail. Biasanya cukup disimpan di dalam hati sambil mnegelus dada. :)

    BalasHapus

Jangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.

Terima Kasih.