Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta di Indonesia

by - Rabu, April 13, 2022

Siapa yang menyangka kalau kusta ternyata masih ada di Indonesia? Ya, saya salah satu orang yang percaya kalau kusta sudah tidak ada lagi. Namun nyatanya setelah mengikuti webinar mengenai Bahu Membahu untuk Indonesia Sehat dan Bebas Kusta kemarin, saya baru tersadar kalau penyakit kusta masih dan banyak ditemukan di Indonesia.

Mendengar kata kusta, memang menjadi momok tersendiri di telinga. Padahal layaknya manusia lainnya, penyandang Kusta juga memerlukan perhatian dan pengobatan yang layak. Saat ini, berdasarkan data kesehatan global, Indonesia berada di posisi ketiga dengan penderita kusta tertinggi di dunia, setelah India dan Brazil.

Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, tercatat 11 provinsi belum mampu mencapai angka eliminasi kusta. Provinsi paling tinggi adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Salah satu fakta yang bikin saya kaget sebab saya berdomisili di Jawa Timur, itu artinya penyakit ini berada dekat dengan lingkungan saya.



Mengenal Kusta dan Beberapa Anggapan Keliru di Tengah Masyarakat


Tidak bisa dipungkiri ada banyak anggapan keliru mengenai penyakit kusta di tengah masyarakat kita. Hal ini disebabkan karena masih adanya mitos yang banyak berkembang tentang penyakit kusta kerap kali membuat kebingungan, sehingga memicu stigma dan diskriminasi pada penderitanya. Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi kita untuk tidak lagi melakukannya, karena?

Upaya penanggulangan kusta pun menjadi tidak optimal, terlebih di masa pandemi seperti sekarang. Oleh sebab itu kita perlu tahu tentang apa sih kusta itu? Kusta adalah penyakit yang disbebkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh, diantaranya saraf, dan kulit. Nama lain dari penyakit ini adalah Lepra atau Morbus Hansen.

Penyakit ini antara lain menimbulkan beberapa gejala, yakni:

  • Bercak pada kulit, dapat berupa hipopigmentasi seperti panu atau kemerahan
  • Bercak semakin lama semakin melebar
  • Muncul mati rasa pada kulit yang mengalami bercak
  • Selain mati rasa, kelenjar keringat pada daerah bercak tidak aktif
  • Ada pelebaran saraf, terutama pada saraf ulnaris, medianus, auricularis magnus serta peroneus
  • Alis rambut rontok
  • Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
  • Deformitas pada anggota gerak
  • Kelainan pada mata

Bukan hanya itu saja ternyata kusta juga tergolong penyakit menular. Angka penularannya pun tercatat cukup tinggi. Badan Kesehatan Dunia atau WHO bahkan menyebutnya sebagai penyakit menular yang terabaikan. Statistik menyebutkan bahwa di dunia ini, setiap dua menit, satu orang terdiagnosis kusta.

Stigma dan diskriminasi kerap muncul akibat adanya mitos-mitos yang beredar di masyarakat. Mitos-mitos ini perlu diluruskan agar kita semua tidak lagi salah persepsi yang kemudian berdampak luas. Berikut ini beberapa mitos atau anggapan keliru yang sudah sangat dipercaya masyarakat menegenai kusta.

Kusta Penyakit Kutukan

Mitos yang pertama ini yang paling banyak beredar di tengah masyarakat, bahkan saya sendiri sempat percaya dengan mitos ini, lho. Faktanya kusta disebabkan oleh bakteri yang tumbuh lambat, yakni Myobacterium leprae (M. lepra). Jadi, bukan karena kutukan atau semacamnya, saya membayangkan betapa sedihnya para penderita kusta mendengar ini.

Kusta Tidak Bisa Sembuh

Anggapan bahwa penyakit kusta tidak bisa disembuhkan ini sangat salah, karena fakta yang pernah saya terima kalau kusta dapat disembuhkan melalui pengobatan dengan antibiotik. Pengobatan ini dijalani selama 12-24 bulan melalui multidrug therapy, yakni terapi yang menggunakan dua sampai tiga obat sekaligus.

Kusta Harus Diisolasi

Yang paling menyedihkan dari beberapa anggapan keliru mengenai kusta ialah para penderita kusta harus diasingkan atau diisolasi. Padahal sekalinya penderita kusta memulai pengobatan, penyakitnya tak lagi menular dalam beberapa hari. Oleh sebab itu, penderita tidak perlu diisolasi.

Penderita kusta yang sedang dalam pengobatan dapat hidup normal di antara keluarga dan teman-teman mereka. Bahkan mereka juga tetap bisa bekerja atau bersekolah layaknya masyarakat normal pada umumnya. Jadi, masih kah ada alasan untuk tetap mempercayai mitos ini?

Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta


Bulan ini, tepatnya tanggal 7 April 2022 kita peringatIi sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Dengan mengusung tema “Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta”, peringatan ini sekaligus menjadi momentum yang baik untuk mengingatkan semua pihak tentang pentingnya meletakkan kesehatan sebagai prioritas dari semua aspek kehidupan.

Namun sejalan dengan itu, hingga saat ini kusta masih menjadi issue yang luput dari perhatian. Masyarakat seringkali terlupa, jika penyakit kusta masih ada di antara kita, terbukti hingga saat ini Indonesia tetap menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus baru kusta dengan 17.000 kasus baru per tahun.

Selain itu, berbagai permasalahan juga masih dirasakan oleh orang-orang yang mengalami kusta. Dari masalah fisik, psikologis, mental dan sosial, baik pada pasien kusta, hingga masyarakat disekitarnya. Permasalahan kesehatan adalah tanggung jawab bersama, dalam upaya mengedukasi masyarakat.




Selain itu juga untuk memutus mata rantai penularan kusta secara komprehensif di masyarakat, kolaborasi pentahelix yang melibatkan lintas sector perlu dilakukan. Di antaranya akademisi, pemerintah, dinas kesehatan, komunitas hingga media. Dengan begitu tujuan diadakan kolaborasi pentahelix untuk atasi kusta.

Perbincangan yang sangat menarik dalam Ruang Publik KBR bersama narasumber yakni Dr. dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa, Sp.KK, M.Kes, Dipl-STD HIV FINSDV - Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) dan R Wisnu Saputra, S.H., S.I.Kom - Jurnalis/Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab. Bandung.

Lalu, bagaimana di masa pandemi ini mengingat kusta merupakan penyakit tropis terabaikan? Rumus yang relevan adalah berbagi, saling menginspirasi, kolaborasi dan sinergi. Tanpa adanya kerjasama dan kolaborasi Pentahelix antar berbagi pihak rasnya akan sulit sekali meluruskan stigma bahwa kusta adalah penyakit menular yang paling tidak menular.

Bisa dibayangkan di masa pandemi ini para penderita kusta semakin terabaikan dan jauh dari perhatian publik karena fokus dan program pemerintah semua dialihkan kepada program dan upaya pencegahan dan pengendalian pandemi. Hal ini yang menjadi salah satu tantangan dalam pencegahan kusta supaya tidak semakin menyebar.

Sehingga diharapkan masyarakat seperti kita bisa menerima keberadaan mereka dan memberikan dukungan untuk bisa sembuh kembali. Dengan begitu mereka yang terkena kusta tidak lagi malu ataupun takut untuk pergi berobat. Semakin dini ditangani maka kusta bisa segera disembuhkan dan Indonesia bisa bebas dari kusta.

You May Also Like

0 komentar

Jangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.

Terima Kasih.